Selasa, 07 September 2010

absensi

Nik  : Jadi, kapan kamu bisa datang ke kotaku?
Mus : Entah, mungkin tanggal 11.
Nik  : Yakin?!
Mus : Iya.

....... keesokan harinya ....

Nik  : Hanya mau memastikan saja, jadi..kapan kamu datang ke kotaku?
Mus : Masih di tanggal 11.
Nik  : Yakin kamu bisa?
Mus : Ya.

.....satu minggu kemudian....

Nik  : Hai.
Mus : Hai juga.
Nik  : Jadi kan datang ke kotaku tanggal 11?
Mus : Mmm..jadi, tapi tanggal 12.
Nik  : Hah?!
Mus : Kenapa?
Nik  : Aku yang seharusnya bertanya. Kenapa berubah?
Mus : Ah. Kan hanya berubah satu hari.
Nik  : Ya. Tapi tetap berubah. Bukankah aku sudah menanyakan berulangkali. Dan tetap kamu menjawab akan datang di tanggal 11.
Mus : Apa bedanya? Toh, aku juga tetap datang.
Nik  : Bedanya? Aku sudah mempersiapkan diriku untuk kedatanganmu di tanggal 11.
Mus : Memanya apa yang akan kamu persiapkan?
Nik  : Apaa?! Ya semuanya. Hatiku. Rasaku. Rinduku. Masakan. Rumah. Kota. Semuanyaa!
Mus : Nik. Ini hanya berubah satu hari.
Nik  : Aku sendirian. Apa kamu tidak tahu itu?!
Mus : Hffh. Kenapa selalu ribut ketika telepon.
Nik  : Kenapa kamu datang di tanggal 12?!

............satu jam kemudian...........

Nik (menangis) : Kamu harusnya tahu. Bagaimana rasanya sendirian di kota yang baru ini. *hik* . Sendiri di rumah ini. *hiks*. Kamar mandi, kamar tidur, teras depan, semuanya mati lampu. *hiks*. tapi lihat, aku tetap bisa bertahan. *hiks* . apa kamu tidak kasihan denganku? 

...................

nik  : ..mus?,,,mus...?

mus : ...(maaf, aku tidur) ...

muuuuuuuuuuuuuusssssss!!!

Minggu, 05 September 2010

Tentang Kenangan

Dua wanita itu bertemu. Mereka membicarakan tentang Kenangan. Aku dan teman wanitaku. Kami berdua mempunyai tugas yang sangat sulit, yaitu untuk menghapus kenangan. Temanku baru saja menangis. Dia putus asa, karena bayangan lelaki dan kenangannya selalu terhampar begitu saja didepannya. Ingin hati kembali, namun ketika ingat selalu sakit, dia memilih untuk berlari pergi. Namun kenangan yang menyebalkan itu selalu membuntutinya kemanapun dia pergi, tak peduli bagaimanapun sakitnya. 
Dia masih menangis ketika aku datang. Wajahnya yang biasa merona, kini terlihat lesu dengan gurat hitam dibawah matanya. Cerita pun mulai terburai dari bibirnya. Dia putus cinta. Patah hati. Ingin membunuh kenangan, namun sangat sulit, hampir tidak bisa.
Aku terduduk. Sambil mendengarkan, rentetan luka yang terbungkus dalam kenangan masa laluku pun terbuka perlahan dibenakku. Sudah setahun ini aku menghadapi seperti apa yang temanku hadapi. Putus cinta. Patah hati. Bercerai.

Aku menatap lekat temanku. Begitu terpuruknya dia oleh karena kenangan yang jahat yang telah menggerogoti jiwa bebasnya.

"Pada akhirnya, kenangan itu statis, mandeg. Tak berjiwa. Tak bergerak"
ujarku lirih.

"Apa yang bisa kita, manusia, lakukan terhadap benda abstrak itu yang bernama Kenangan? Tidak ada. None! Kita hanya bisa hidup dengannya. Tidur dengannya. Makan, kerja, pipis, eek, onani, tertawa, dengan Kenangan. Kenangan seperti layaknya bayangan tubuh kita. No matter how hard we try, we can not separate it from us. Mungkin yang bisa kita lakukan, hanyalah mengurangi tebalnya lapisan kenangan. Bagaimana? Ya, dengan membuat kenangan lain yang lebih bernilai harganya ketimbang masa lalu kita yang erat dengan kesalahan"
kataku, kali ini dengan sedikit penekanan disana sini.

Aku tercenung, memikirkan kataku barusan. Sebuah perjalananku yang luar binasa. Sebuah kenangan yang sangat mahal yang telah aku ciptakan. Romantisme. Kemarahan. Kebahagiaan. Pilihan. Dosa. Kebebasan. Semua mulai luruh perlahan. Ya, kenanganku mulai meluntur. Wajah itu. Bau itu. Tempat itu. Benda itu. Kota itu. Mulai terlihat berkeping-keping, seperti kepingan jigzaw yang semakin hari semakin banyak dan mengecil ukurannya. Terburai. Sudah tidak memadat lagi. 

Ah, begitu rupanya Kenangan bekerja. Kita memang harus selalu bersahabat dengan waktu dan kesabaran. Karena, sepertinya, hanya dengan hati yang sabar sambil menjalani hari demi hari membuang dan mencipta kenangan lain-lah yang bisa membuat kita lebih baik lagi.

Masih di kamar milik temanku. Matanya mulai menampakkan cahaya. Rupanya kata-kataku barusan memberikan energi tersendiri untuknya. 
"Ayo, kita keluar. Jalan-jalan. Sapa dunia yang ceria ini. Mari kita hidup dengan kenangan masa lalu kita. Bersiaplah untuk kembali mencipta kenangan dengan dunia yang lebih damai."

Temanku pun tersenyum. "Sik, tak adus sik" ujarnya.


Satu jam kemudian. Dua wanita itu bertemu. Makan kupat tahu sambil ketawaketiwi selama berjam-jam. 

Kembali merangkai kenangan. 

Tak selamanya massochist itu sakit rupanya.

Sabtu, 04 September 2010

Judulnya Daftar Terima Kasih

sepuluh menit bergerak dari jam setengah tiga pagi dini hari. tinkywinky masih ngendon di kamar gelapnya. baru saja hujan. harum wangi tanah menyeruak sampai kedalam kamar. ditemani rokok mild aku buka pintu rumah, menyambut hujan malam hari. anjingku langsung *kipatkipit*, dikiranya aku akan mengajaknya main. dia pun menggelesot kesana kemari, lari kencang, lalu berhenti mendadak, *ngesot* kayak motor balap.
waktuku sendirian bersama malam sudah jarang aku lakukan. biasalah, problematika manusia bekerja. kerja dari pagi sampai malam. mendulang berlian, kata orang. kalau kataku, mengusir kebosanan dan memenuhi pikiranku agar pikiran yang iyaiya itu tidak pop out begitu saja.
malam ini, sepertinya sama saja dengan malam yang lain. hanya saja hawanya agak panas. malam ini aku mau bersyukur sejenak. menuliskan list of my gratitude. 
Terimakasih, aku punya anjing. Walaupun dia bukan anjing ber sertipikat, namun jasanya sangat tiada tara. Aku tidak bisa membayangkan hariku (terutama ketika malam), tanpa dirinya. Anjing kampung ini bisanya ya hanya makan, main, lari, njegog, buang kotoran, nglesot, tidur. Tapi oleh karenanya, aku menjadi berani untuk keluar kamar untuk pipis. Dia juga penjaga rumah yang baik, dan bukan anjing yang manja. Seingatku, dia hanya *kaingkaing* kalau sudah kelaparan. Hari ini aku menemukan*cathak* di pinggir matanya. Hiih! Saatnya dia harus mandi besok. Makasih anjing, sudah temani aku dan rumahku.
Terimakasih, untuk penghargaan. Kemarin, aku diberi hadiah. Tidak mahal. Tidak juga abadi. Tiga toples kue kering yang hanya dibungkus oleh plastik kresek hitam. Hadiah diberikan oleh seorang nenek yang cucunya menjadi teman kecilku akhir tahun ajaran lalu. Menjadi mengejutkan untukku, karena hadiah sederhana ini menjadi bukti dari kerja dan cintaku bersama teman kecilku selama ini. Aku tidak ngoyo. Aku tidak perlu berteriak bahwa aku hebat. Aku tak perlu maju ke garda depan hanya supaya bisa terlihat. Aku hanya baru 5 bulan bersama dengan teman kecilku. Dan, hari ini ternyata ada yang melihatku. Terimakasih, karena telah melihat cintaku untuk mereka. Sungguh ini melebihi dari jabatan setinggi apapun. Terimakasih,,untuk mengingatkanku bahwa aku berharga.

Sebenarnya ada masih buanyak lagi ungkapan syukurku. Bagiku setiap detiknya itu ada, maka harus kita syukuri. Too many words to be told. Maybe tomorrow it will have another stories to live with.

Sudah waktunya menganyam bulu mata.
Terimakasih untuk kesempurnaan ini.