Minggu, 05 September 2010

Tentang Kenangan

Dua wanita itu bertemu. Mereka membicarakan tentang Kenangan. Aku dan teman wanitaku. Kami berdua mempunyai tugas yang sangat sulit, yaitu untuk menghapus kenangan. Temanku baru saja menangis. Dia putus asa, karena bayangan lelaki dan kenangannya selalu terhampar begitu saja didepannya. Ingin hati kembali, namun ketika ingat selalu sakit, dia memilih untuk berlari pergi. Namun kenangan yang menyebalkan itu selalu membuntutinya kemanapun dia pergi, tak peduli bagaimanapun sakitnya. 
Dia masih menangis ketika aku datang. Wajahnya yang biasa merona, kini terlihat lesu dengan gurat hitam dibawah matanya. Cerita pun mulai terburai dari bibirnya. Dia putus cinta. Patah hati. Ingin membunuh kenangan, namun sangat sulit, hampir tidak bisa.
Aku terduduk. Sambil mendengarkan, rentetan luka yang terbungkus dalam kenangan masa laluku pun terbuka perlahan dibenakku. Sudah setahun ini aku menghadapi seperti apa yang temanku hadapi. Putus cinta. Patah hati. Bercerai.

Aku menatap lekat temanku. Begitu terpuruknya dia oleh karena kenangan yang jahat yang telah menggerogoti jiwa bebasnya.

"Pada akhirnya, kenangan itu statis, mandeg. Tak berjiwa. Tak bergerak"
ujarku lirih.

"Apa yang bisa kita, manusia, lakukan terhadap benda abstrak itu yang bernama Kenangan? Tidak ada. None! Kita hanya bisa hidup dengannya. Tidur dengannya. Makan, kerja, pipis, eek, onani, tertawa, dengan Kenangan. Kenangan seperti layaknya bayangan tubuh kita. No matter how hard we try, we can not separate it from us. Mungkin yang bisa kita lakukan, hanyalah mengurangi tebalnya lapisan kenangan. Bagaimana? Ya, dengan membuat kenangan lain yang lebih bernilai harganya ketimbang masa lalu kita yang erat dengan kesalahan"
kataku, kali ini dengan sedikit penekanan disana sini.

Aku tercenung, memikirkan kataku barusan. Sebuah perjalananku yang luar binasa. Sebuah kenangan yang sangat mahal yang telah aku ciptakan. Romantisme. Kemarahan. Kebahagiaan. Pilihan. Dosa. Kebebasan. Semua mulai luruh perlahan. Ya, kenanganku mulai meluntur. Wajah itu. Bau itu. Tempat itu. Benda itu. Kota itu. Mulai terlihat berkeping-keping, seperti kepingan jigzaw yang semakin hari semakin banyak dan mengecil ukurannya. Terburai. Sudah tidak memadat lagi. 

Ah, begitu rupanya Kenangan bekerja. Kita memang harus selalu bersahabat dengan waktu dan kesabaran. Karena, sepertinya, hanya dengan hati yang sabar sambil menjalani hari demi hari membuang dan mencipta kenangan lain-lah yang bisa membuat kita lebih baik lagi.

Masih di kamar milik temanku. Matanya mulai menampakkan cahaya. Rupanya kata-kataku barusan memberikan energi tersendiri untuknya. 
"Ayo, kita keluar. Jalan-jalan. Sapa dunia yang ceria ini. Mari kita hidup dengan kenangan masa lalu kita. Bersiaplah untuk kembali mencipta kenangan dengan dunia yang lebih damai."

Temanku pun tersenyum. "Sik, tak adus sik" ujarnya.


Satu jam kemudian. Dua wanita itu bertemu. Makan kupat tahu sambil ketawaketiwi selama berjam-jam. 

Kembali merangkai kenangan. 

Tak selamanya massochist itu sakit rupanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar